BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Dhila Nahrifa Hanafi

This is not about what I'm deaf, or what I show. But about what I feel

Selasa, 23 Februari 2010

24 februari 2010

Mari mengingat setahun yang lalu.
Masih dengan seragam putih abu-abu, gue bertengger di balkon depan kelas gue. Di lantai dua. Gue mandang hujan turun deras yang sekali-kali mengibas wajah gue dengan percikan air sejuk nan dinginnya.
Masih dengan kesunyian sma setahun yang lalu, gue mandang kabut tipis yang seolah akan turun menyelimuti badan gue yang mulai hangat dengan sweter merah gue. Dengan permen coklat warna-warni yang membuat goyangan aneh di mulut gue.

Dan hari ini, tepat di tanggal yang sama dengan situasi berberbeda. Kalau tahun lalu gue masih dengan wajah merah merona mandangin hujan turun. Hari ini gue sendiri, atau mungkin gue yang merasa sendiri di tengah keramaian kelas. Guru gue tengah berkobar dengan materinya dan gue tengah berkobar untuk cerita hidup gue yang aneh.

Ini gue sekarang, keishia yang bukan tahun lalu. Keishia yang bengal dan berantakan, keishia yang menomorsatukan kebebasan. Keishia yang bukan lagi dengan pipi merah merona, tapi keishia yang dengan kantung mata yang hitam kelam.

Setelah semalam gue telat menjadi yang pertama buat bilang "happy birtday", gue mutusin untuk menjadi yang terakhir. Gue kecewa karena hal pertama yang gue ingat pas terjaga bukan ucapan selamat buat lo. Maafin gue.

Gue terjaga dengan sangat tidak menyenangkan. Tv gue lupa gue off-kan. Dan tau berita pertama yang gue dengar di tv adalah pembunuhan. Tepat 1 menit setelah jam 02:02 pagi. Sangat tidak menyenangkan.

Gue mulai ingat ngasi lo selamat setelah beberapa menit gue terjaga. Singkat, "happy birtday". Dan tiit. Telvon gue matiin. Gue beralih ke yang lain. Di seberang gue dengar suara berat nyapa gue dengan kata "halo". Gue dan dia, seperti biasa percakapan biasa kecuali dia minta maaf soal sesuatu. Dia minta maaf karena ngelibatin gue masuk ke kehidupan bengalnya. Walau dia tidak bermaksud seperti itu.
Dan gue bilang ke orang yang namanya dafa "fa, andai gue dapat dafa yang lain, yang masalalunya ga seberantakan lo. Gue pasti bakal jalan sama dia. Tapi, di dunia ini cuma ada satu dafa, itu lo. Dan gue cuma mau dafa. Gue ga peduli dafa bagaimana kehidupan laluna, atau bagaimana orang menilai lo. Atau seberapa bengal lo. Karena gue ga mencinta masa lalu, atau kata orang ttg lo, atau kebengalan lo. Gue mencinta hati lo dan lo. Karena lo adalah dafa"

Dan dengan tulus untuk pertama kalinya gue dengar "gue sayang lo keishia". Senyum gue mengembang. Kita tidah mencinta untuk masa depan, tapi untuk hari ini. Kita tidak menangis hari ini untuk masa depan. Tapi tertawa hari ini untuk tertawa masa depan. Bagaimana ?

Ini tahun ke 5 setelah gue bilang hal itu ke lo. Dan sekarang gue masih tersenyum, walaupun sekarang lo Dan dia nangis. Gue senyum hari ini, karena gue tau. Gue masih milik lo sampe saat terkhir gue di peti ini. Dan gue masih mencinta lo sampe saat gue harus tertutup dengan tanah yang suci.


.cerita di ilhami dari hidup seorang sahabat.

0 komentar: